Pannakatha

Seperti apakah konsep anicca dukkha anatta dalam penerapan kehidupan keseharian, mari kita simak kumpulan artikel artikel Pannakatha yang merupakan karya terjemahan bercampur dengan kompilasi dari berbagai buku yang dilakukan oleh penyusun dan diterbitkan dalam bentuk leaflet sejak tahun 1990-an dalam rangka memenuhi kebutuhan permenungan pokok-pokok penting hakikat kehidupan, dan atas praktik Buddha dhamma di dalam kehidupan sehari-hari dari beberapa pendukung yang menyebarkannya di berbagai kota di Nusantara. Atas berbagai masukan, maka leaflet tersebut di kumpulkan dan di rangkai kembali menjadi satu didalam buku kecil dan sekarang di tuangkan dalam bentuk website ini. Semoga dapat memberikan sumbangsih memperkaya referensi dan bahan renungan Buddha Dhamma dalam praktik keseharian dengan berbagai perumpamaan yang tersebar didalam Tipitaka

Dhamma menjadi berkah mulia bagi kita

Selamat Rodjali Webblog : http://tilakkhana-tigacorakkehidupan.blogspot.com

Creator:Mirawati Mulyadi

Tuesday 29 July 2014

Sambutlah Mentari

Merupakan hal yang baik memperingatkan seseorang untuk melakukan sesuatu di saat yang tepat. Sebagai contoh, apabila kita mengalami pendarahan, kita seyogyanya segera pergi ke rumah sakit terdekat untuk menyelamatkan kehidupan kita. Dalam hal ini, waktu sangatlah penting. Apabila kita terlambat satu jam, kita mungkin mengalami kematian. Demikian pula dengan keadaan darurat lain seperti misalnya radang usus buntu.

Mirip keadaan di atas, kita seyogyanya mempraktikkan Dhamma pada waktu yang tepat, yaitu sebelum kita menjadi terlalu tua atau terlalu sakit, atau kematian merenggut. Kita seharusnya mempraktikkan saat kita mempunyai seorang guru dan ketika kita memiliki kesempatan atau waktu. Masa muda merupakan waktu terbaik bagi pendidikan keagamaan, demikian pula masa / periode awal kehidupan (kehidupan dibagi ke dalam tiga periode) sangat ideal bagi praktik Satipatthana sangat sedikit kewajiban. Hal ini menjadi pengantar bagi kita untuk merenungkan ceritera anak seorang jutawan yang bernama Mahaddhana

Ketika masih muda, ia tidak pernah belajar, ketika ia menginjak dewasa, ia menikahi anak perempuan seorang kaya, yang juga seperti dia, tidak memiliki pendidikan. Ketika kedua orang tua keduanya meninggal dunia, mereka meninggalkan warisan bagi keduanya kekayaan yang sangat banyak sehingga sepasang suami isteri tersebut menjadi sangat kaya. Sepasang suami isteri itu bodoh dan hanya mengetahui bagaimana mengetahui bagaimana menghabiskan uang namun tidak mengetahui bagaimana menyimpan dan menumbuhkan kekayaannya. Mereka hanya makan dan minum serta memiliki waktu untuk menghamburkan uang. Ketika mereka telah menghabiskan semuanya, mereka menjual ladang dan kebunnya dan akhirnya rumahnya.

Dengan demikian, mereka menjadi miskin dan tak tertolongkan; dan dikarenakan mereka tidak mengetahui bagaimana mencari penghidupan, mereka terpaksa harus mengemis. Satu hari, Sang Buddha melihat anak orang kaya tersebut bersandar di dinding sebuah vihara memanfaatkan pemberian seorang samanera. Melihat hal ini, Sang Buddha tersenyum.

Yang Ariya Ananda bertanya kepada Sang Buddha, mengapa Beliau tersenyum dan Sang Buddha menjawav, “ Ananda, lihatlah anak dari seorang yang sangat kaya itu, ia telah menjalani kehidupan yang tak berarti, kehidupan tanpa tujuan kebahagiaan.

Apabila ia telah mempelajari untuk mencari kekayaan pada periode pertama kehidupannya, ia akan menjadi seorang terkaya; atau apabila ia menjadi bhikkhu, ia akan menjadi seorang Arahat dan isterinya akan menjadi seorang Anagami. Apabila ia mempelajari untuk mencari kekayaan pada periode kedua kehidupannya,ia akan menjadi orang kaya kedua, atau bila ia menjadi bhikkhu ia akan menjadi seorang Anagami sedangkan isterinya akan menjadi seorang Sakadagami. Apabila ia telah mempelajari untuk mencari kekayaan pada periode ketiga kehidupannya, ia akan menjadi seorang kaya ketiga, atau bila ia menjadi seorang bhikkhu, ia akan menjadi seorang Sakadagami sedangkan isterinya akan menjadi seorang Sotapanna

Namun demikian, dikarenakan dia tidak melakukan apa pun pada ketiga periode kehidupaannya itu, ia telah kehilangan semua kekayaan dunianya, ia juga kehilangan semua kesempatan merealisasi magga dan phala.

Kemudian Sang Buddha berkata dalam bentuk syair sebagai berikut :

“Acaritva brahmacariyam aladdha yobbane dhanam.
Jinnakoncava jhayanti khinamacche’va pallale.”

“Mereka, yang pada masa mudanya tidak menjalani kehidupan suci
ataupun mencapai kekayaan,
Merana dalam kesedihan seperti burung bangau tua di atas kolam
yang kehabisan ikan.”
(Dhammapada 155)

Betapa hal ini merupakan drama yang tragis. Sisi moral dari ceritera di atas adalah bahwa teman yang sejati (kalyanamitta) merupakan sine qua non. Yang Ariya Ananda satu kali berkata bahwa persahabatan mulia merupakan setengah kehidupan suci. Untuk hal ini, Sang Buddha menyanggah dengan mengatakan,’ Persahabatan suci merupakan kehidupan suci secara keseluruha, Saya adalah seorang sahabat sejati. Dikarenakan saya menjadi Sahabat Sejati bagi mereka yang hidupnya merupakan kelahiran menjadi terbebas dari kelahiran.’

Seseorang harus sangat hati-hati berhubungan dengan papamittata (persahabatan / perhubungan dengan pelaku kejahatan atau kelompok jahat). Karena perhubungan tersebut akan membawa ke kariyaparihani (kemerosotan atau kehilangan perbuatan baik atau praktik hal yang baik).

Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban seorang guru untuk mendidik dan membabarkan ajaran dengan akurat, dan merupakan kewajiban murid untuk belajar dan mempraktikkan ajaran dengan benar.

Semua aktivitas itu seyogyanya mengandung prinsip attasammapanidhi, yaitu menjalani hidup inii dengan menggunakan ‘make up’ atau ‘pakaian’ Dhamma

Apabila materi sesungguhnya baik, masyarakat akan memberitakannya sebagai hal yang baik; bagi yang berminat akan datang kepada kita dan berkata,’gunakan itu, itu sangat baik.’ Demikian pula dengan latihan ‘vipassana’. Karena diketahui membawa manfaat yang baik di dalam perbuatan bermanfaat, baik melalui jasmani, ucapan maupun pikiran, kita ingin untuk mempraktikkannya. Dengan demikian, kita menilainya, menghargainya dan mempraktikkannya. Dengan cara ini kita dapat membentuk diri kita dengan trampil.

Bila pakaian diiklankan karena memilik design yang menarik, wanita akan mengejarnya walaupun harganya mahal, karena secara meluas diiklankan, pasti sangat istimewa. Sehingga ketika dibeli dan dipakai, akan mempercantik diri seseorang. Demikian pula, kita sebelumnya berpakaian ketinggalan jaman dengan duccarita (perbuatan buruk); apabila kita sekarang mengembangkan perbuatan jasmani dan ucapan baik, kita dapat mendadani diri kita secara tepat. Selanjutnya kita seyogyanya mengembangkan batin dengan mengamati setiap objek yang muncul, tidak membiarkan batin mengembara sesukanya; dan membebaskan batin kita dari kekotoran mental. Bagi seorang meditator yang berlatih, satu menit perhatian murni dan konsentrasi terpusat, enam puluh kilesa (kekotoran batin) tidak muncul dan dalam satu jam pikiran murninya tiga ribu enam ratus. Ia menjadi cantik dan mencapai kualitas pencapaian spiritual yang prima. Ia menyempurnakan perbuatan jasmani, ucapan dan pikirannya. Ia mampu meneruskan perjalanan latihan (sikkha), yaitu sila (kemoralan), samadhi (konsentrasi) dan panna (kebijaksanaan)

Kejelekan tersebut ditransformasi menjadi kecantikan yang diinginkan oleh setiap insan.



No comments:

Post a Comment