Pannakatha

Seperti apakah konsep anicca dukkha anatta dalam penerapan kehidupan keseharian, mari kita simak kumpulan artikel artikel Pannakatha yang merupakan karya terjemahan bercampur dengan kompilasi dari berbagai buku yang dilakukan oleh penyusun dan diterbitkan dalam bentuk leaflet sejak tahun 1990-an dalam rangka memenuhi kebutuhan permenungan pokok-pokok penting hakikat kehidupan, dan atas praktik Buddha dhamma di dalam kehidupan sehari-hari dari beberapa pendukung yang menyebarkannya di berbagai kota di Nusantara. Atas berbagai masukan, maka leaflet tersebut di kumpulkan dan di rangkai kembali menjadi satu didalam buku kecil dan sekarang di tuangkan dalam bentuk website ini. Semoga dapat memberikan sumbangsih memperkaya referensi dan bahan renungan Buddha Dhamma dalam praktik keseharian dengan berbagai perumpamaan yang tersebar didalam Tipitaka

Dhamma menjadi berkah mulia bagi kita

Selamat Rodjali Webblog : http://tilakkhana-tigacorakkehidupan.blogspot.com

Creator:Mirawati Mulyadi

Saturday 19 July 2014

Ibarat Burung Gagak

Perumpamaan

Pada suatu masa, di sebuah desa di tepi pantai, terjadi ketidakseimbangan unsur-unsur alam, dan sejumlah besar ternak kerbau mati karena terserang wabah. Karena ketakutan bahwa penyakit itu akan segera menyebar, orang-orang di desa itu membawa bangkai kerbau-kerbau itu dan membuangnya ke laut. Seraya bangkai kerbau itu terhanyut dari pantai, sekawanan burung gagak datang memakannya berhari-hari. Setiap hari, ketika gagak itu telah makan dengan puas (kenyang), mereka terbang kembali untuk melewati malam di pohon-pohon di tepi pantai; dan kemudian mereka akan terbang kembali pagi harinya untuk melanjutkan makan bangkai yang sedang terhanyut ke tengah laut itu.

Seraya hari-hari berlalu, dan bangkai-bangkai itu terhanyut lebih jauh dan lebih jauh lagi ke tengah lautan, beberapa gagak, melihat kesulitan dalam perjalan terbang kembali ke tepi pantai, memutuskan untuk menghabiskan malamnya di atas bangkai yang sedang terhanyut tersebut; sedangkan gagak-gagak lainnya dari kawanan tersebut tidak memperdulikan kesulitan tersebut, dan terus-menerus terbang kembali ke tepi pantai pada setiap sore.

Akhirnya, ketika bangkai-bangkai tersebut telah begitu jauh terhanyut ke lautan, perjalanan pulang pergi terbang ke tepi pantai tidak lagi memungkinkan, kawanan gagak itu memutuskan untuk meninggalkan sumber makanan tersebut (bangkai kerbau) dan mencari sumber makanan yang baru di daratan.

Namun, satu dari gagak-gagak tersebut telah tinggal bersama bangkai-bangkai yang terhanyut itu; dan ketika ia mengetahui bahwa teman-temannya tidak lagi datang untuk berbagi makanan, ia diliputi kegembiraan yang luar biasa,berpikir bahwa makanan yang ia miliki saat ini akan menghidupinya dalam waktu yang lama. Ia begitu asyik dalam makannya dan tidak pernah berpikir untuk kembali ke pantai.

Seraya bangkai-bangkai itu terhanyut lebih jauh dan lebih jauh lagi ke tengah lautan, sekawanan ikan datang dari dasar lautan untuk melahap bangkai-bangkai tersebut sampai akhirnya tidak ada lagi yang tertinggal untuk dimakan. Akhirnya,sisa-sisa bangkai itu mulai tenggelam ke dalam lautan; dan pada saat itu, gagak tersebut memutuskan bahwa waktunya telah tiba baginya untuk terbang kembali ke pantai. Dengan pikiran semacam ini, ia terbang ke arah utara,namun tidak melihat daratan. Ia terbang ke arah Selatan, ke Timur dan ke Barat, namun juga tidak melihat daratan. Kemudian ia terbang dengan sekuat-kuatnya dan tidak mampu terbang lagi, kehabisan tenaga; ia menurunkan sayap-sayapnya dan jatuh ke dalam lautan. Di dalam lautan tersebut ia menjadi santapan ikan-ikan.

Makna perumpamaan.
Inilah kehidupan manusia. Apabila kita membiarkan diri kita larut dalam keasyikan hanya dengan makan,tidur dan kesenangan-kesenangan indera, tanpa melakukan kebajikan; misalnya apabila kita tidak mempraktikan ajaran benar yang telah di ajarkan, kita tentu akan memetik buahnya, yaitu penderitaan,mirip dengan burung gagak yang jatuh menemui kematiannya di lautan.

Cerita ini adalah tentang kita semua;Lautan mengumpamakan dunia ini,arus lautan mengumpamakan arus tumimbal lahir; bangkai-bangkai kerbau mengumpamakan tubuh kita yang makin rapuh dan objek kesenangan duniawi; pohon di tepi pantai mengumpamakan ajaran benar, dan burung gagak mengumpamakan pikiran kita, yaitu : sewaktu-waktu kita merasa senang mempraktikkan ajaran benar, dan sewaktu-waktu kita tidak suka mempraktikan ajaran benar.