Pannakatha

Seperti apakah konsep anicca dukkha anatta dalam penerapan kehidupan keseharian, mari kita simak kumpulan artikel artikel Pannakatha yang merupakan karya terjemahan bercampur dengan kompilasi dari berbagai buku yang dilakukan oleh penyusun dan diterbitkan dalam bentuk leaflet sejak tahun 1990-an dalam rangka memenuhi kebutuhan permenungan pokok-pokok penting hakikat kehidupan, dan atas praktik Buddha dhamma di dalam kehidupan sehari-hari dari beberapa pendukung yang menyebarkannya di berbagai kota di Nusantara. Atas berbagai masukan, maka leaflet tersebut di kumpulkan dan di rangkai kembali menjadi satu didalam buku kecil dan sekarang di tuangkan dalam bentuk website ini. Semoga dapat memberikan sumbangsih memperkaya referensi dan bahan renungan Buddha Dhamma dalam praktik keseharian dengan berbagai perumpamaan yang tersebar didalam Tipitaka

Dhamma menjadi berkah mulia bagi kita

Selamat Rodjali Webblog : http://tilakkhana-tigacorakkehidupan.blogspot.com

Creator:Mirawati Mulyadi

Tuesday 2 June 2015

Tentang ketidakkekalan

Hampir semua umat Buddha secara intelek telah mengenal kebenaran yang dibabarkan Sang Buddha ketika pertama kali berkhotbah, yaitu Empat Kesunyataan Mulia. Telah banyak pula umat Buddha yang menggunakan khotbah tersebut sebagai dasar untuk berlatih menuju perealisasian tujuan tertinggi umat Buddha, kebahagiaan sejati. Namun, seberapa efektifkah hasilnya?  Berapa persenkah yang berhasil merealisasinya ?

Setelah merealisasi pencerahan agung di Buddha Gaya, Sang Buddha merenung:’ Demikian dalam ajaran ini. Sungguh sulit mengungkapkan apa yang telah direalisasi ini ke dalam kata-kata.’

Bila kita membaca Dhammacakkappavattana Sutta di dalam naskah Tipitaka berbahasa Pali, ketika Sang Buddha memberikan khotbah perihal Empat Kesunyataan Mulia, hanya satu dari kelima pertapa yang mendengarkan Sutta tersebut yang sungguh-sungguh mengeri; hanya satu yang merealisai pandangan orang yang mendalam.

Para dewa juga mendengarkan khotbah tersebut. Para dewa adalah mahluk surgawai, yang memiliki hasil (vipaka) di kehidupan ini superior dibandingkan kita. Mereka tidak memiliki materi tubuh yang kasar seperti kita; mereka bertubuh halus dan indah serta menyenangkan dan cerdas. Namun, walaupun mereka gembira mendengarkan khotbah itu, tak satu pun darinya yang merealisasi pencerahan agung saat itu.

Kita mengetahui bahwa mereka menjadi gembira karena pencerahan agung Sang Buddha dan mereka berseru ke alam-alam surga ketika mereka mendengarkan ajaran-Nya. Pertama kali, satu level deva mendengarnya, kemudian mereka berseru mengjangkau level deva berikutnya, dan seterusnya, semua deva bergembira hingga deva Brahma. Itu merupakan suara kegembiraan para deva bahwa Dhamma telah diputar kembali dan deva serta brahma begitu gembira. Namun demikian, hanya Kondanna, satu dari lima pertapa, yang merealisasi pencerahan ketika mendengarkan pertama kali khotbah ini. Pada akhir sutta tersebut, Sang Buddha menyebutnya ‘Anna Kondanna’ yang artinya Kondanna yang mengetahui.

Apakah yang diketahui Kondanna? Apakah pandangan terang-nya yang membuat Sang Buddha memuji pada akhir dari khotbahnya ? Pandangan terang itu berkenaan dengan:’Semua yang merupakan subyek untuk muncul adalah subyek untuk padam’. Sekarang, hal ini mungkin tidak terdengar sebagai pengetahuan yang besar namun apa yang terkandung sesungguhnya adalah sebuah pola umumapapun yang merupakan subyek untuk muncul adalah subyek untuk padam; ini adalah tidak kekal dan bukan aku / tanpa kepemilikan...

Oleh karena itu janganlah melekat, janganlah dibodohi oleh sesuatu yang muncul dan padam. Janganlah mencari perlindungan di dalam sesuatu yang muncul – karena semua itu akan padam.

Apabila kita ingin menderita dan memboroskan kehidupan kita, kita dapat pergi berkelana mencari sesuatu yang muncul. Mereka semua akan berakhir, padam. Kita hanya mencari berputar mengulangi kebiasaan lama dan ketika kita meninggal, kita tidak akan memperoleh pelajaran penting dari kehidupan kita itu.

Daripada hanya berpikir tentang keadaan di atas, lebih baik kita merenungkan; ‘Semua yang merupakan subyek untuk muncul adalah subyek untuk padam.’ Terapkanlah hal ini di dalam kehidupan umum, ke dalam pengalaman kita. Kemudian kita akan mengerti, Perhatikan; awal...akhir. Renungkan bagaimana segala sesuatu sebagaimana hakekatnya. Semua sensor dicurahkan untuk memperhatikan ‘mulai dan berakhir’: dan akan didapat pengertian benar, Samma ditthi, di dalam kehidupan ini.

            Kita tidak mengetahui berapa lama Kondanna hidup setelah khotbah Sang Buddha itu, namun ia telah merealisasi pencerahan pada saat itu. Ia telah memiliki pengertian benar.

Hal ini dimaksudkan untuk menekankan begitu pentingnya untuk mengembangkan cara merenung. Daripada hanya mengembangkan sebuah metode menenangkan pikiran kita, yang tentu merupakan salah satu bagian dari latihan, lihatlah yang sesungguhnya bahwa meditasi yang tepat merupakan sebuah komitmen untuk menyelidiki dengan bijaksana. Hal ini melibatkan upaya yang keras untuk melihat segala sesuatu denga mendalam, tidak menganalisa dan membuat keputusan sendiri tentang mengapa kita menderita secara tingkat personal, namun dengan mengikut JALAN secara sungguh-sungguh sehingga kita memiliki pengertian yang mendalam. Pengertian benar tersebut didasari oleh pola ‘ muncul dan padam ‘. Satu kali keselarasan ini dimengerti, segala sesuatu yang di lihat akan tampak cocok dengan pola tersebut.

Ini bukanlah ajaran metafisik:’Semua yang merupakan subyek untuk muncul adalah subyek untuk padam.’ Ini bukanlah kebenaran tanpa kematian; namun apabila dapat mengerti dan mengetahui dengan mendalam bahwa semua yang muncul merupakan subyek untuk padam, maka kebenaran mutlak, tanpa kematian, kebenaran kekal akan dapat direalisasi.


Ini merupakan satu teknik untuk merealisasi kesunyataan.  Perhatikan perbedaannya; kalimat itu bukanlah metafisik namun merupakan cara yang membawa kita untuk merealisai yang mengatasi duniawi/surgawi.