Pannakatha

Seperti apakah konsep anicca dukkha anatta dalam penerapan kehidupan keseharian, mari kita simak kumpulan artikel artikel Pannakatha yang merupakan karya terjemahan bercampur dengan kompilasi dari berbagai buku yang dilakukan oleh penyusun dan diterbitkan dalam bentuk leaflet sejak tahun 1990-an dalam rangka memenuhi kebutuhan permenungan pokok-pokok penting hakikat kehidupan, dan atas praktik Buddha dhamma di dalam kehidupan sehari-hari dari beberapa pendukung yang menyebarkannya di berbagai kota di Nusantara. Atas berbagai masukan, maka leaflet tersebut di kumpulkan dan di rangkai kembali menjadi satu didalam buku kecil dan sekarang di tuangkan dalam bentuk website ini. Semoga dapat memberikan sumbangsih memperkaya referensi dan bahan renungan Buddha Dhamma dalam praktik keseharian dengan berbagai perumpamaan yang tersebar didalam Tipitaka

Dhamma menjadi berkah mulia bagi kita

Selamat Rodjali Webblog : http://tilakkhana-tigacorakkehidupan.blogspot.com

Creator:Mirawati Mulyadi

Monday 13 July 2015

Vipallasa

Vipallasa artinya ke-semu-an / ke-maya-an / kepalsuan, halusinasi, angan-angan, kesalahan penyelidikian, atau, menganggap sesuatu yang benar sebagai yang salah, dan menganggap yang salah sebagai yang benar. Terdapat tiga macam kesemuan (vipallasa), yaitu sanna vipallasa (kesemuan persepsi), citta vipallasa (kesemuan pikiran) dan ditthi vipallasa (kesemuan pandangan)
            Ketiga kesemuan itu masing-masing terdiri dari empat jenis kesalahan, yaitu kesalahan berkenaan dengan :
  1. ketidakkekalan sebagai kekekalan
  2. ketidakmurnian sebagai kemurnian
  3. keburukan sebagai kebaikan
  4. bukan substansi sebagai substansi.
Ketiga kesemuan ini dapat diilustrasikan masing-masing dengan perumpamaan sebagai berikut :

Perumpamaan rusa liar yang menggambarkan kesemuan pencerapan, sebagai berikut :
            Di tengah sebuah hutan yang lebat, ada seorang perumah tangga yang membudidayakan tanaman padi. Apabila petani itu pergi, rusa liar biasanya datang ke ladang tersebut dan memakan butir-butir padi muda yang baru sedang tumbuh. Menyadari hal ini, petani tersebut membuah orang-orangan dari jerami dan diletakkan di tengah-tengah ladangnya untuk menakut-nakuti dan menghalau rusa-rusa yang datang ke ladangnya itu. Ia mengikat jerami tersebut dengan serat tali sehingga membentuk tubuh, dengan kepala, tangan dan kakinya: dan dengan getah putih menggambarkan sebuah pot menyerupai kepala orang, ia meletakkannya di atas tubuh jerami itu. Ia pun menutupi orang-orangan itu dengan pakaian tua seperti baju, celana dan sebagainya, dan meletakkan sebuah busur dan anak panah di tangannya. Kemudian, seperti biasa rusa itu datang ke sana, untuk memakan padi-padi muda; namun setelah mendekati ladang dan pandangannya menangkap orang-orangan, mereka menganggapnya seperti orang sesungguhnya, merasa takut, dan melarikan diri.
            Di dalam gambaran di atas, sebelumnya rusa liar telah melihat manusia, dan di dalam persepsinya terpatri bentuk dan rupa manusia. Sesuai dengan pencerapannya ini, mereka menganggap manusia jerami sebagai manusia sesungguhnya. Demikianlah, pencerapannya merupakan pencerapan yang keliru. Kesemuan pencerapan di sini ditunjukkan dengan rusa liar dalam mengenali orang-orangan.
            Kesemuan pencerapan ini juga dapat digambarkan seperti orang bingung yang kehilangan arah dalam perjalanannya dan tidak dapat menentukan titik tujuan, Timur dan Barat, di tempat ia berada, walaupun matahari yang timbul dan tenggelam dapat dengan jelas dicerap oleh seseorang dengan mata terbuka. Apabila kekeliruan telah dibuat, hal ini akan berakar dengan kuat dan hanya dapat dihancurkan dengan usaha yang sangat besar. Di dalam diri kita banyak sesuatu yang selalu kita anggap secara keliru dan dalam arti yang bertentangan dengan kesunyataan dalam memandang ketidak-kekalan dan ke-tanpa-substansi-an. Demikianlah melalui kesemuan pencerapan kita mencerap sesuatu secara keliru, persis seperti rusa liar yang memandang orang jerami sebagai orang sesungguhnya walaupun dengan mata terbuka

Sekarang, perumpamaan tukang sihir, menggambarkan kesemuan pikiran, sebagai berikut :
            Terdapat ilmu kesemuan yang disebut sihir di mana ketika sebongkah tanah ditunjukkan di dalam keramaian, semua yang melihatnya berpikir bahwa itu adalah sebongkah emas dan perak. Kekuatan ilmu sihir ini sedemikian rupa sehingga mampu mengubah pandangan orang biasa dan menggantikannya dengan pandangan yang di luar kebiasaan. Dikatakan, untuk sementara waktu mengendapkan cara berpikir logis. Pada saat orang-orang umumnya melihat sebongkah tanah seperti apa adanya, dengan pengaruh ilmu sihir ini, mereka melihat sebongkah tanah sebagai sebongkah emas dan perak dengan semua kualitas kecemerlangan, kekuningan, keputihan-nya dan sebagainya. Demikian, kepercayaan, pengamatan, atau gagasan-gagasannya menjadi keliru. Dengan cara yang sama, pikiran dan gagasan-gagasan kita berada dalam kebiasaan salah menganggap’salah’ sesuatu sebagai ‘benar’ dan kita buta atas diri kita sendiri. Sebagai contoh, pada malam hari kita sering kali cenderung berpikir kita melihat seorang manusia padahal kenyataannya hanya tunggul sebuah pohon yang kita lihat. Atau,melihat sebuah semak, kita membayangkan bahwa kita melihat seekor gajah liar; atau, melihat seekor gajah liar sebagai sebuah semak.
            Di dalam dunia ini, semua gagasan-gagasan kita yang keliru terhadap sesuatu yang datang ke dalam jangkauan pengamatan kita, disebabkan oleh kesemuan pikiran yang lebih dalam dan lebih halus daripada kesemuan pencerapan, sehingga mengelahui kita dengan memandang sesuatu yang salah sebagai yang benar. Namun demikian, hal ini dapat dilenyapkan dengan lebih mudah dengan menyelidiki atau dengan mencari ke dalam sebab-sebab dan kondisi-kondisi sesuatu.

Sekarang, perumpamaan seseorang yang kehilangan arah, untuk menggambarkan kesemuan pandangan,  sebagai berikut :
Terdapat sebuah hutan yang besar yang dihuni oleh mahluk-mahluk setan, atau jin yang menetap di sana dengan membangun kota dan desa. Pada satu hari, datanglah beberapa musafir ke sana namun tidak begitu mengenal kondisi jalan yang melalui hutan itu. Mahluk setan / jin itu membuat kota dan desa-desanya sangat indah seindah sorganya para dewa; dan di samping itu mahluk setan / jin tersebut menirukan bentuk tubuh dewa dewi. Mereka juga membuat jalan yang lebar dan indah seperti yang dimiliki para dewa. Ketika musafir itu melihat semua ini, mereka yakin bahwa jalan yang indah itu menuju kota atau desa yang besar, dan dengan demikian mereka menyimpang dari jalan sebenarnya, mereka tersasar karena menuruti jalan yang salah dan menyesatkan; setelah sampai di kota para mahluk setan / jin itu, para musafir menemui penderitaan.
            Di dalam perumpamaan ini, hutan yang luas melambangkan tiga alam kehidupan ; kehidupan di alam nafsu indera (kama bhumi), kehidupan di alam materi halus ( rupa bhumi) dan kehidupan di alam tak bermateri (arupa bhumi). Para musafir melambangkan mahluk hidup di dunia ini. Jalan yang benar adalah pandangan benar ( perihal dunia maupun pencerahan agung), sedangkan jalan yang salah adalah pandangan keliru

Tuesday 2 June 2015

Tentang ketidakkekalan

Hampir semua umat Buddha secara intelek telah mengenal kebenaran yang dibabarkan Sang Buddha ketika pertama kali berkhotbah, yaitu Empat Kesunyataan Mulia. Telah banyak pula umat Buddha yang menggunakan khotbah tersebut sebagai dasar untuk berlatih menuju perealisasian tujuan tertinggi umat Buddha, kebahagiaan sejati. Namun, seberapa efektifkah hasilnya?  Berapa persenkah yang berhasil merealisasinya ?

Setelah merealisasi pencerahan agung di Buddha Gaya, Sang Buddha merenung:’ Demikian dalam ajaran ini. Sungguh sulit mengungkapkan apa yang telah direalisasi ini ke dalam kata-kata.’

Bila kita membaca Dhammacakkappavattana Sutta di dalam naskah Tipitaka berbahasa Pali, ketika Sang Buddha memberikan khotbah perihal Empat Kesunyataan Mulia, hanya satu dari kelima pertapa yang mendengarkan Sutta tersebut yang sungguh-sungguh mengeri; hanya satu yang merealisai pandangan orang yang mendalam.

Para dewa juga mendengarkan khotbah tersebut. Para dewa adalah mahluk surgawai, yang memiliki hasil (vipaka) di kehidupan ini superior dibandingkan kita. Mereka tidak memiliki materi tubuh yang kasar seperti kita; mereka bertubuh halus dan indah serta menyenangkan dan cerdas. Namun, walaupun mereka gembira mendengarkan khotbah itu, tak satu pun darinya yang merealisasi pencerahan agung saat itu.

Kita mengetahui bahwa mereka menjadi gembira karena pencerahan agung Sang Buddha dan mereka berseru ke alam-alam surga ketika mereka mendengarkan ajaran-Nya. Pertama kali, satu level deva mendengarnya, kemudian mereka berseru mengjangkau level deva berikutnya, dan seterusnya, semua deva bergembira hingga deva Brahma. Itu merupakan suara kegembiraan para deva bahwa Dhamma telah diputar kembali dan deva serta brahma begitu gembira. Namun demikian, hanya Kondanna, satu dari lima pertapa, yang merealisasi pencerahan ketika mendengarkan pertama kali khotbah ini. Pada akhir sutta tersebut, Sang Buddha menyebutnya ‘Anna Kondanna’ yang artinya Kondanna yang mengetahui.

Apakah yang diketahui Kondanna? Apakah pandangan terang-nya yang membuat Sang Buddha memuji pada akhir dari khotbahnya ? Pandangan terang itu berkenaan dengan:’Semua yang merupakan subyek untuk muncul adalah subyek untuk padam’. Sekarang, hal ini mungkin tidak terdengar sebagai pengetahuan yang besar namun apa yang terkandung sesungguhnya adalah sebuah pola umumapapun yang merupakan subyek untuk muncul adalah subyek untuk padam; ini adalah tidak kekal dan bukan aku / tanpa kepemilikan...

Oleh karena itu janganlah melekat, janganlah dibodohi oleh sesuatu yang muncul dan padam. Janganlah mencari perlindungan di dalam sesuatu yang muncul – karena semua itu akan padam.

Apabila kita ingin menderita dan memboroskan kehidupan kita, kita dapat pergi berkelana mencari sesuatu yang muncul. Mereka semua akan berakhir, padam. Kita hanya mencari berputar mengulangi kebiasaan lama dan ketika kita meninggal, kita tidak akan memperoleh pelajaran penting dari kehidupan kita itu.

Daripada hanya berpikir tentang keadaan di atas, lebih baik kita merenungkan; ‘Semua yang merupakan subyek untuk muncul adalah subyek untuk padam.’ Terapkanlah hal ini di dalam kehidupan umum, ke dalam pengalaman kita. Kemudian kita akan mengerti, Perhatikan; awal...akhir. Renungkan bagaimana segala sesuatu sebagaimana hakekatnya. Semua sensor dicurahkan untuk memperhatikan ‘mulai dan berakhir’: dan akan didapat pengertian benar, Samma ditthi, di dalam kehidupan ini.

            Kita tidak mengetahui berapa lama Kondanna hidup setelah khotbah Sang Buddha itu, namun ia telah merealisasi pencerahan pada saat itu. Ia telah memiliki pengertian benar.

Hal ini dimaksudkan untuk menekankan begitu pentingnya untuk mengembangkan cara merenung. Daripada hanya mengembangkan sebuah metode menenangkan pikiran kita, yang tentu merupakan salah satu bagian dari latihan, lihatlah yang sesungguhnya bahwa meditasi yang tepat merupakan sebuah komitmen untuk menyelidiki dengan bijaksana. Hal ini melibatkan upaya yang keras untuk melihat segala sesuatu denga mendalam, tidak menganalisa dan membuat keputusan sendiri tentang mengapa kita menderita secara tingkat personal, namun dengan mengikut JALAN secara sungguh-sungguh sehingga kita memiliki pengertian yang mendalam. Pengertian benar tersebut didasari oleh pola ‘ muncul dan padam ‘. Satu kali keselarasan ini dimengerti, segala sesuatu yang di lihat akan tampak cocok dengan pola tersebut.

Ini bukanlah ajaran metafisik:’Semua yang merupakan subyek untuk muncul adalah subyek untuk padam.’ Ini bukanlah kebenaran tanpa kematian; namun apabila dapat mengerti dan mengetahui dengan mendalam bahwa semua yang muncul merupakan subyek untuk padam, maka kebenaran mutlak, tanpa kematian, kebenaran kekal akan dapat direalisasi.


Ini merupakan satu teknik untuk merealisasi kesunyataan.  Perhatikan perbedaannya; kalimat itu bukanlah metafisik namun merupakan cara yang membawa kita untuk merealisai yang mengatasi duniawi/surgawi.

Sunday 17 May 2015

Monday 4 May 2015

Quote pagi...

Tebarkan benih benih kebajikan dan kebijaksanaan dalam hati
Selalu berbaik hati, Setiap hari adalah hari yang baik

Wednesday 14 January 2015

Quote Pagi 14 Jan 2015...

We have a lamp inside us.The oil of that lamp is our breathing,our steps,our peaceful mind..
Our practice is to light up the lamps...~Thich Nhat Hanh~

Thursday 1 January 2015

New year comes and will passes away soon. All conditioned phenomena are subject of the 3 best friends: birth, decay and death... Live our life mindfully!!!