Pannakatha

Seperti apakah konsep anicca dukkha anatta dalam penerapan kehidupan keseharian, mari kita simak kumpulan artikel artikel Pannakatha yang merupakan karya terjemahan bercampur dengan kompilasi dari berbagai buku yang dilakukan oleh penyusun dan diterbitkan dalam bentuk leaflet sejak tahun 1990-an dalam rangka memenuhi kebutuhan permenungan pokok-pokok penting hakikat kehidupan, dan atas praktik Buddha dhamma di dalam kehidupan sehari-hari dari beberapa pendukung yang menyebarkannya di berbagai kota di Nusantara. Atas berbagai masukan, maka leaflet tersebut di kumpulkan dan di rangkai kembali menjadi satu didalam buku kecil dan sekarang di tuangkan dalam bentuk website ini. Semoga dapat memberikan sumbangsih memperkaya referensi dan bahan renungan Buddha Dhamma dalam praktik keseharian dengan berbagai perumpamaan yang tersebar didalam Tipitaka

Dhamma menjadi berkah mulia bagi kita

Selamat Rodjali Webblog : http://tilakkhana-tigacorakkehidupan.blogspot.com

Creator:Mirawati Mulyadi

Tuesday 29 July 2014

Kisah Anak Lelaki Kecil

Seorang anak lelaki kecil masuk sekolah untuk pertama kalinya.
Dia adalah anak lelaki yang benar-benar masih kecil.
Dan itu adalah sekolah yang benar-benar besar.
Namun, ketika anak lelaki itu mengetahui bahwa dia dapat menuju ruangan kelasnya dengan berjalan lurus dari pintu luar, dia merasa senang sekali.
Dan sekolah itu tidak tampak terlalu besar lagi.

Suatu pagi, ketika anak lelaki kecil itu sudah bersekolah beberapa lama, gurunya berkata :

“Hari ini kita akan membuat lukisan.”
“Bagus!”pikir si anak lelaki kecil. Dia menggambar. Dia dapat menggambar segala macam: singa, harimau, ayam dan sapi, kereta api dan kapal. Dan dia mengeluarkan kotak krayonnya, dan mulai menggambar.

Tetapi gurunya berkata:
“Tunggu! Belum waktunya untuk memulai!”
Dan Guru itu menunggu sampai setiap orang tampak siap.

“Sekarang,” kata gurunya,
“Kita akan melukis bunga.”
“Bagus!”pikir anak lelaki itu.
Dia suka membuat bunga, dan dia mulai menggambar kembang-kembang yang indah dengan krayon berwarna merah jambu dan oranye dan biru.

Tetapi gurunya berkata,”Tunggu! Dan aku akan menunjukkan kepada kalian bagaimana cara membuatnya.”

Dan ia menggambar sekuntum bunga di papan tulis. Warnanya merah, dengan tangkai hijau.
“Begini,” kata gurunya.
“Sekarang kalian dapat memulai.’

Anak lelaki kecil itu memandang gambar bunga gurunya. Kemudian dia melihat bunganya sendiri, dia lebih menyukai bunganya ketimbang bunga gurunya. Tetapi dia tidak mengatakannya, dia hanya membalik kertasnya dan membuat sekuntum bunga seperti bunga gurunya. Warnanya merah, dengan tangkai hijau.

Pada lain hari, ketika si anak lelaki kecil telah dapat membuka sendiri pintu kelas itu dari luar, gurunya berkata,” Hari ini kita akan membuat sesuatu dengan tanah liat,”
‘Bagus!” pikir si anak lelaki kecil. Dia suka tanah liat.

Dia dapat membuat segalanya dengan tanah liat;
Ular dan manusia salju, gajah dan tikus, mobil dan truk.
Dan dia mulai mendorong dan menarik bola lempungnya

Tetapi gurunya berkata,
“Tunggu! Belum waktunya untuk  memulai!’
Dan Guru itu menunggu sampai setiap orang tampak siap.

“Sekarang,” kata gurunya,
“Kita akan membuat piring”
“Bagus!’ pikir anak lelaki itu.
Dia suka membuat piring, dan dia mulai membuat beberapa dari segala bentuk dan ukuran.

Tetapi gurunya berkata,
“Tunggu! Dan aku akan memperlihatkan kepada kalian bagaimana cara membuatnya,”
Dan ia memeragakan bagaimana cara membuat sebuah piring yang cekung.
‘Begini,” kata gurunya,
“Sekarang kalian dapat memulai.”

Anak lelaki kecil itu menatap piring gurunya kemudian melihat piringnya sendiri.
Dia lebih menyukai piring-piringnya ketimbang piring gurunya.

Tetapi dia tidak mengatakannya, dia hanya menggulung kembali lempungnya menjadi bola besar, dan membuat sebuah piring seperti piring gurunya. Bentuknya cekung.

Dan dalam waktu singkat, anak lelaki kecil itu belajar untuk menunggu dan melihat, dan membuat karya-karya yang persis dengan yang dibuat gurunya.

Dan dalam waktu singkat, dia tidak pernah lagi membuat karya-karyanya sendiri

Kemudian anak lelaki kecil itu dan keluarganya pindah ke rumah lain, di kota lain, dan anak lelaki kecil itu harus pergi ke sekolah lain.

Sekolah ini bahkan lebih besar dibandingkan sekolahnya terdahulu, dan tidak ada pintu lurus dari luar menuju ruangan kelasnya.
Dia harus menaiki beberapa anak tangga, dan berjalan menuruni suatu lorong yang panjang untuk sampai ke ruangannya.

Dan pada hari pertama dia berada di sana, gurunya berkata,” Hari ini kita akan membuat sebuah gambar.”
“Bagus!” pikir si anak lelaki kecil.
Dan dia menunggu gurunya memberitahu apa yang harus dia lakukan.
Tetapi gurunya tidak mengatakan apa pun.
Ia hanya berjalan mengelilingi ruangan.

Ketika ia menghampiri anak lelaki kecil itu, ia berkata,” Apakah kamu tidak ingin membuat sebuah gambar ?”
“Ya,” jawab si anak lelaki kecil. Lalu,”Apa yang akan kami buat?”
“Aku tidak tahu sampai kamu sendiri membuatnya,” kata gurunya.
“Bagaimana aku membuatnya?” tanya anak lelaki kecil itu.
“Bagaimana? Bagaimana pun yang kamu suka,” kata gurunya.
“Dan warna apa pun?” tanya si anak lelaki kecil.
“Warna apa pun,’ kata gurunya.

Lalu,” Kalau setiap orang membuat gambar yang sama, dan memakai warna yang sama, bagaimana aku bisa tahu siapa membuat apa, dan mana yang disebut mana?’
“Aku tidak tahu,”  kata si anak lelaki kecil.
Dan dia mulai membuat bunga-bunga berwarna merah jambu dan oranye dan biru.


Dia menyenangi sekolah barunya, sekalipun itu tidak mempunyai pintu untuk langsung masuk dari luar !

No comments:

Post a Comment