Pannakatha

Seperti apakah konsep anicca dukkha anatta dalam penerapan kehidupan keseharian, mari kita simak kumpulan artikel artikel Pannakatha yang merupakan karya terjemahan bercampur dengan kompilasi dari berbagai buku yang dilakukan oleh penyusun dan diterbitkan dalam bentuk leaflet sejak tahun 1990-an dalam rangka memenuhi kebutuhan permenungan pokok-pokok penting hakikat kehidupan, dan atas praktik Buddha dhamma di dalam kehidupan sehari-hari dari beberapa pendukung yang menyebarkannya di berbagai kota di Nusantara. Atas berbagai masukan, maka leaflet tersebut di kumpulkan dan di rangkai kembali menjadi satu didalam buku kecil dan sekarang di tuangkan dalam bentuk website ini. Semoga dapat memberikan sumbangsih memperkaya referensi dan bahan renungan Buddha Dhamma dalam praktik keseharian dengan berbagai perumpamaan yang tersebar didalam Tipitaka

Dhamma menjadi berkah mulia bagi kita

Selamat Rodjali Webblog : http://tilakkhana-tigacorakkehidupan.blogspot.com

Creator:Mirawati Mulyadi

Tuesday 29 July 2014

Bukit Semut

 1.                  Demikianlah telah saya dengar: Pada satu kesempatan, Sang Bhagava sedang menetap di Savatthi, di hutan Jeta, di taman milik Anathapindika. Pada kesempatan tersebut, yang mulia Kumara Kassapa sedang menetap di hutan Orang Buta.
            Kemudian, ketika malam telah cukup larut, sesosok mahluk dewa braha dengan penampilan indah yang menerangi seluruh hutan Orang Buta datang mendekati yang mulia Kumara Kassapa dan berdiri di satu sisi. Sambil berdiri, dewa itu berkata kepadanya;
2.         “ Bhikkhu,bhikkhu, bukit semut ini berasap pada malam hari dan membara pada siang hari.
            “Demikian, seorang guru Brahmana memerintahkan muridnya yang bijaksana: ‘Kamu yang bijaksana, selidikilah dengan menggunakan pisau’ Menyelidiki dengan menggunakan pisau, orang bijaksana itu melihat sebuah batangan / palang: ‘Sebuah batangan / palang, O Tuan yang mulia’
            “”Demikian, seorang guru Brahmana memerintahkan muridnya yang bijaksana : ‘Kamu yang bijaksana, buanglah batangan / palang itu; selidikilah dengan menggunakan pisau.’ Menyelidiki dengan menggunakan pisau, orang bijaksana itu melihat seekor katak. ‘Seekor katak, O Tuan yang mulia.’
            “”Demikian, seorang guru Brahmana memerintahkan muridnya yang bijaksana : ‘Kamu yang bijaksana, buanglah katak itu; selidikilah dengan menggunakan pisau.’ Menyelidiki dengan menggunakan pisau, orang bijaksana itu melihat sebuah garpu. Sebuah garpu, O Tuan yang mulia’
            “”Demikian, seorang guru Brahmana memerintahkan muridnya yang bijaksana : ‘Kamu yang bijaksana, buanglah katak itu; selidikilah dengan menggunakan pisau.’ Menyelidiki dengan menggunakan pisau, orang bijaksana itu melihat sebuah saringan. Sebuah saringan, O Tuan yang mulia’
            “”Demikian, seorang guru Brahmana memerintahkan muridnya yang bijaksana : ‘Kamu yang bijaksana, buanglah saringan itu; selidikilah dengan menggunakan pisau.’ Menyelidiki dengan menggunakan pisau, orang bijaksana itu melihat seekor kura-kura. Seekor kura-kura, O Tuan yang mulia’
            “”Demikian, seorang guru Brahmana memerintahkan muridnya yang bijaksana : ‘Kamu yang bijaksana, buanglah kura-kura itu; selidikilah dengan menggunakan pisau.’ Menyelidiki dengan menggunakan pisau, orang bijaksana itu melihat sebuah kapak dan balok: Sebuah kapak dan balok, O Tuan yang mulia’
            “”Demikian, seorang guru Brahmana memerintahkan muridnya yang bijaksana : ‘Kamu yang bijaksana, buanglah kapak dan balok itu; selidikilah dengan menggunakan pisau.’ Menyelidiki dengan menggunakan pisau, orang bijaksana itu melihat sepotong daging; ‘Sepotong daging,O Tuan yang mulia’
            “”Demikian, seorang guru Brahmana memerintahkan muridnya yang bijaksana : ‘Kamu yang bijaksana, buanglah daging itu; selidikilah dengan menggunakan pisau.’ Menyelidiki dengan menggunakan pisau, orang bijaksana itu melihat seekor ular Naga; ‘Seekor ular Naga,O Tuan yang mulia’
            “”Demikian, seorang guru Brahmana memerintahkan muridnya yang bijaksana :’Biarkanlah ular Naga iitu tinggal; janganlah disakiti ular Naga itu; hormatilah ular Naga itu’
            “Bhikkhu, kamu seyogyanya pergi mengunjungi Sang Bhagava dan menanyakan teka-teki ini. Seperti yang Sang Bhagava beritahukan kepadamu, demikian pula seyogyanya kamu mengingatnya. Bhikkhu, selain Sang Tathagata atau murid Sang Tathagata atau seseorang yang telah belajar dari Sang Tathagata, saya tidak melihat seorang pun di dunia ini dengan para Dewa-nya, para mara-nya, dan para Brahma-nya, di dalam generasi ini dengan para samana dan brahmana-nya, para pangeran-nya dan masyarakat-nya, yang penjelasan dari teka-teki ini dapat memuaskan batin.
            Inilah yang dikatakan oleh dewa brahma, yang menghilang dalam sekejap setelah mengatakan itu.
            3. Kemudian, ketika malam telah berlalu, yang mulia kumara Kassapa pergi mengunjungi Sang Bhagava. Setelah memberikan hormat kepada Beliau, ia duduk di satu sisi dan memberitahukan yang terjadi kepada Sang Bhagava. Kemudian ia bertanya kepada Sang Bhagava:” Tuan yang mulia, apakah bukit semut, apakah berasap pada malam hari, apakah membara pada siang hari itu? Siapa brahmana itu, siapa orang bijaksana itu? Apakah pisau, apakah menyelidiki, apakah batangan / palang, apakah katak, apakah garpu, apakah saringan, apakah kura-kura, apakah kapak dan balok, apakah sepotong daging, apakah ular Naga itu?”
            4. “ Bhikkhu, bukit semut adalah sebuah simbol dari jasmani ini, yang terdiri dari bentuk-bentuk materi, terdiri dari empat unsur pokok, dikondisikan oleh seorang ayah dan ibu, dibangun oleh nasi dan bubur yang direbus, dan subjek bagi ketidak-kekalan, menjadi usang dan lapuk, bercerai dan hancur.
            “Apa yang dipikirkan dan direnungkan oleh seseorang pada malam hari didasarkan pada tingkah lakunya selama siang hari, merupakan arti ‘berasap di malam hari’
            “Tingkah laku seseorang selama siang hari melalui badan jasmani, ucapan dan pikiran setelah berpikir dan merenungkan pada malam hari, merupakan arti ‘membara pada siang hari.’
            “Brahmana itu merupakan sebuah simbol bagi Tathagata, yang telah terbebas dan merealisasi pencerahan sempurna.  Orang bijaksana itu merupakan sebuah simbol bagi seorang bhikkhu di dalam latihan yang lebih tinggi. Pisau merupakan sebuah simbol bagi kebijaksanaan mulia. Menyelidiki merupakan sebuah simbol bagi memunculkan usaha / tenaga.
            “Batangan / palang merupakan sebuah simbol bagi kebodohan batin.’Buanglah batangan / palang; lenyapkan kegelapan batin. Inilah arti dari kamu yang bijaksana, selidikilah dengan menggunakan pisau.
            “Katak merupakan sebuah simbol bagi keputusasaan karena kemarahan.’Buanglah katak itu: lenyapkan keputusasaan karena kemarahan. Inilah arti dari kamu yang bijaksana, selidikilah dengan menggunakan pisau’
            “Garpu merupakan sebuah simbol bagi keraguan.’Buanglah garpu itu: lenyapkan keraguan. Inilah arti dari kamu yang bijaksana, selidikilah dengan menggunakan pisau.’
            “Saringan merupakan sebuah simbol bagi lima rintangan batin, yaitu nafsu indera, niat jahat, kemalasan dan keenganan, kegelisahan dan kekhawatiran, keraguan,’Buanglah saringan itu: lenyapkan lima rintangan batin. Inilah arti dari kamu yang bijaksana, selidikilah dengan menggunakan pisau.’
            “Kura-kura merupakan sebuah simbol bagi kemelekatan kepada lima perpaduan, yaitu perpaduan materi, perasaan, pencerapan, faktor-faktor batin, kesadaran.’Buanglah kura-kura: lenyapkan kemelekatan kepada lima perpaduan. Inilah arti dari kamu yang bijaksana, selidikilah dengan menggunakan pisau’
            “Kapak dan balok merupakan sebuah simbol bagi keterikatan kesenangan indera: bentuk yang dicerap oleh mata, yang diharapkan, diingini, disetujui, dan di sukai, berhubungan dengan nafsu indera, dan dirangsang oleh nafsu: suara dicerap oleh telinga...bebauan dicerap oleh hidung...kecapan dicerap oleh lidah...sentuhan dicerap oleh jasmani, yang diharapkan, diingini, disetujui, dan disukai, berhubungan dengan nafsu indera, dan dirangsang oleh nafsu. ‘Buanglah kapak dan balok: lenyapkan keterikatan kesenangan indera. Inilah arti dari kamu yang bijaksana, selidikilah dengan menggunakan pisau.’
            “Sepotong daging merupakan sebuah simbol bagi hasrat dan nafsu.’Buanglah sepotong daging: lenyapkan hasrat dan nafsu. Inilah arti dari kamu yang bijaksana, selidikilah dengan menggunakan pisau.’
            “Ular Naga merupakan sebuah simbol bagi seorang bhikkhu yang telah menghancurkan kekotoran batinnya. Inilah arti:Biarkanlah ular Naga tinggal: jangan sakiti ular naga; hormatilah ular Naga.”
            Itulah yang telah dikatakan oleh Sang Bhagava. Yang mulia Kumara Kassapa puas dan berbahagia di dalam kata-kata Sang Bhagava.

Catatan:
  • Ketika sutta ini dibabarkan, Kumara Kassapa masih sekha puggala, dan kemudan menjadi Arahat (Asekha puggala) setelah menggunakan sutta ini dalam subjek meditasinya.
  • Menurut Majjhima Nikaya Atthakatha, dewa dalam sutta ini adalah mahluk Anagami yang tinggal di Suddhavasa














No comments:

Post a Comment