“Malam akan berlalu, terangnya pagi akan datang,
Matahari akan terbit, bunga teratai akan tertawa’
Demikian senang lebah di atas kaliks sebuah teratai
O doom! Doom! Seekor gajah merobek tanaman teratai itu!
Sore itu, matahari dengan perlahan tenggelam di sebelah Barat.
Burung-burung tergesa-gesa pergi ke sarangnya sementara binatang malam yang
liar mulai berkeliling mencari mangsa. Saat ini seekor lebah, seekor lebah
kecil yang sibuk,sedang berdengung ke sana kemari, mencari sedikit madu
terakhir untuk memuaskan laparnya. Ketika itu, di sebuah kolam teratai yang
penuh dengan teratai menyala, dan dengan sangat gembira lebah itu beristirahat
pada kaliks sekuntum bunga teratai kecil yang indah, untuk bersenang-senang
pada sesuatu yang tidak begitu berharga,madu yang tersembunyi. Lebah itu tidak
merusak keindahan teratai, ia hanya menimum sedikit madu. Namun, apa hendak
dikata, dengan tenggelamnya matahari, bunga teratai menutupkan mahkotanya yang
seperti sutera itu, dan menjerat pengunjungnya yang kelaparan. Lebah kecil itu
bukan tanpa harapan. Di dalam benaknya terlintas pikiran kecil yang telah biasa
terperangkap di dalam penjara teratai yang cantik
“Malam akan berlalu, menyerah pada terangnya pagi; matahari akan terbit,
dan teratai ini akan mengembang kembali, dan segera saya dapat keluar dari
rumah penjara untuk bergabung dengan kelompok saya”
Namun, sesuatu yang tak diharapkan telah terjadi.Seekor gajah yang
besar,raja hutan itu, datang sesuai jalur jalannya menuju kolam tersebut. Ia
minum sampai puas dan memercikan air yang sejuk tersebut ke atas panggulnya
yang padat.Belalainya yang sensitif mencari wewangian teratai yang enak,
teratai yang sama dengan tempat lebah yang keliru itu terperangkap!
Dengan segera binatang buas yang besar itu merobek tanaman teratai dan
berjalan berderak-derak. Daun,bunga dan lebah itu hilang ke dalam air yang
penuh lumpur!Dan, lebah kecil itu,cukup bertentangan dengan khayalannya yang
optimis, telah menemui ajalnya.
Demikianlah kehidupan!Satu saat di sini, kemudian hilang selamanya.Siapa
yang dapat mengatakan kepastian bahwa seseorang akan hidup untuk melihat hari
esok? Semua berlalu dengan cepat;keindahan bunga dan suara burung dan dengungan
lebah itu.
Semua pertemuan berakhir dalam perpisahan,sementara semua kehidupan
berakhir dalam kematian. Dan kita, di dalam semesta yang misterius
ini,hidup,cinta dan tertawa, karena”cukup mudah untuk bergembira ketika
kehidupan ini mengalir terus seperti sebuah lagu”. “Namun” ketika kesedihan
datang, mereka tidak datang sendiri, namun dalam jumlah besar seperti batalion
dan kemudan dunia secara keseluruhan, tampak seperti sebuah gambaran
penderitaan.
Tapi, seseorang yang memandang kehidupan ini dengan satu pandangan yang
objektif, akan melihat segala sesuatu dalam perspektif yang sesungguhnya. Ia
yang budaya latihannya menganjurkan untuk tenang dan tidak gentar di bawah
semua perubahan dari kehidupan, akan dapat tersenyum ketika segala sesuatu sama
sekali berjalan ‘salah’/tidak sesuai harapannya. Orang ini tentu adalah seorang
yang patut di hargai
Mengendalikan diri dari meminum minuman memabukkan dan penuh kewaspadaan,
memantapkan dirinya di dalam kesabaran dan kesucian, orang bijaksana itu
melatih batinnya. Dan hanya melalui latihan, batin yang tenang akan direalisasi.
Satu pengertian tertentu mengenai bekerjanya kamma (perbuatan) dan
bagaimana kamma mendatangkan buah (vipaka kamma) sangat diperlukan oleh
seseorang yang secara mati-matian berusaha mengembangkan keseimbangan batin.
Dari sudut pandang kamma, seseorang akan dapat memiliki kecenderungan objektif
terhadap semua mahluk, bahkan juga terhadap benda-benda mati.Sebab terdekat
dari keseimbangan batin adalah pengertian bahwa semua mahluk merupakan hasil
dari perbuatannya, kamma. Dunia ini yang di dalamnya kita pakai sebagai tempat
tinggal sementara, mirip dengan sebuah teratai besar di mana kita semua, lelaki
maupun wanita, mengumpulkan madu dengan perjuangan yang berat. Kita membangun
harapan-harapan khayal, dan kita merencanakannya untuk hari esok. Namun satu
hari, mungkin secara tiba-tiba, dan tidak terharapkan, datanglah jam-jam tak
terelakan ketika kematian,gajah, Maccu Mara,merobek kehidupan kita dan membuah
harapan-harapan kita sia-sia.
‘Wajah kehidupan ini hanya
sebuah topeng/kedok yang menyembunyikan kematian semata. Dengarkanlah puisi
ini:
“Pelajarilah ini,pelajarilah
dengan baik, dunia ini adalah sebuah mimpi dan bentuk-bentuknya yang mengambang
adalah debu impian-impian semata;
Tubuh ini yang kita beri
makan dengan wewangian bersifat lebih sementara jika dibandingkan dengan
berakhirnya warna sebuah bunga;
Semua milik kita merupakan
belenggu yang mengikat kita lebih kuat/hebat dibandingkan
kemiskian;uang,keberuntungan, usia muda dan kekuatan menarik bagi kita; kita
mirip kafilah yang tertarik akan gurun yang mematikannya”
Sejarah telah lagi-lagi membuktikan, dan akan terus membuktikan bahwa tidak
satupun di dunia inii yang kekal.
Bangsa-bangsa dan peradaban muncul, tumbuh dan lenyap bagaikan ombak di lautan
yang menyerah pada ombak lainnya yang baru, pandangan tak berdasar dan arus
yang pudar dari sejarah kemanusiaan.
Oleh karena itu para bijaksana jaman dulu kala menyatakan;
“Delapan pegunungan besar dan tujuh samudera; matahari, dewa dewa yang
duduk dan seolah menguasai semuanya ini,
Kamu, saya, semesta,pasti akan berlalu/padam.Waktu, menaklukan segalanya.
Mengapa kita begitu gemar akan permain semu (Maya)?’
No comments:
Post a Comment