Pannakatha

Seperti apakah konsep anicca dukkha anatta dalam penerapan kehidupan keseharian, mari kita simak kumpulan artikel artikel Pannakatha yang merupakan karya terjemahan bercampur dengan kompilasi dari berbagai buku yang dilakukan oleh penyusun dan diterbitkan dalam bentuk leaflet sejak tahun 1990-an dalam rangka memenuhi kebutuhan permenungan pokok-pokok penting hakikat kehidupan, dan atas praktik Buddha dhamma di dalam kehidupan sehari-hari dari beberapa pendukung yang menyebarkannya di berbagai kota di Nusantara. Atas berbagai masukan, maka leaflet tersebut di kumpulkan dan di rangkai kembali menjadi satu didalam buku kecil dan sekarang di tuangkan dalam bentuk website ini. Semoga dapat memberikan sumbangsih memperkaya referensi dan bahan renungan Buddha Dhamma dalam praktik keseharian dengan berbagai perumpamaan yang tersebar didalam Tipitaka

Dhamma menjadi berkah mulia bagi kita

Selamat Rodjali Webblog : http://tilakkhana-tigacorakkehidupan.blogspot.com

Creator:Mirawati Mulyadi

Tuesday 22 July 2014

Perumpamaan Ular Berbisa

Dikisahkan ada seorang yang sering melakukan kejahatan, tetapi ia takut akan kematian, kesukaran atau ketidaksenangan. Ketika itu raja mengetahui status orang itu sebagai penjahat, namun belum dapat membuktikan kesalahan penjahat itu. Akhirnya raja itu memutuskan untuk mengkondisikan kehancuran penjahat itu secara tak langsung dengan menyuruhnya memelihara empat ekor ular yang sangat berbisa dan berbahaya, yang gigitannya dapat mengakibatkan penderitaan hebat, bahkan dapat menyebabkan kematian.

Ular itu harus diperlakukan dengan baik; pada waktu yang tepat harus dibangunkan, diberi makan, dimandikan, ditidurkan dan dipenuhi semua kebutuhannya. Namun dengan berpikir bahwa memelihara empat ular berbisa ini merupakan kehormatan yang dilimpahkan oleh raja kepadanya, penjahat itu sangat bangga dan memperlakukan keempat ular berbisa itu. Tanpa menyadari resiko dan bahaya yang siap menerpanya, penjahat itu sangat bangga dan memperlakukan keempat ular berbisa tadi sebagai perhiasan dan dipamerkannya berkeliling kota. Ular pertama dibiarkan merayap melalui kaki kirinya dan berdiam di bahu sebelah kiri; ular kedua merayap melalui kaki kirinya dan berdiam di bahu sebelah kiri; ular kedua merayap melalui kaki kanan dan berdiam di bahu kanan; ular ketiga merayap melalui sisi depan badannya dan berdiam di dada; ular keempat merayap melalui sisi belakangnya dan berdiam di atas kepala.

Satu hari ia bertemu dengan sahabat baiknya yang mengingatkannya: “ Bila tiap ular memiliki kebutuhan yang berbeda pada saat yang bersamaan dan kamu tidak mampu memuaskannya, maka kamu akan menghadapi penderitaan, bahkan kematian. Sesungguhnya, ular tersebut merupakan kondiri yang akan menghancurkanmu. Kamu harus membebaskan diri ketika ular itu sedang tidur”

Penjahat itu mengikuti nasehat sahabatnya dan pergi dari ular-ular itu. Menyadari bahwa orang ini melarikan diri, raja teringat bahwa penjahat mempunyai lima orang musuh; dan ia merencanakan memberi hadiah bagi siapa pun yang berhasil menangkap penjahat itu. Tentu saja, lima orang tadi datang terlebih dulu kepada raja dan bersedia menangkap walaupun tanpa hadiah.

Ketika penjahat itu sedang berlari, kembali sahabat baiknya mengingatkannya, bahwa ia tidak hanya dikejar oleh ular-ular berbisa, tetapi juga oleh lima orang musuhnya. Oleh karena itu ia harus secepat mungkin membebaskan diri.

Ketika raja menyadari bahwa penjahat ini tak dapat ditemukan, beliau mendekati seseorang yang diduga sebagai teman dekat penjahat itu dan diminta untuk berpura-pura sebagai sahabat baiknya untuk memengaruhi penjahat tersebut agar kembali.

Sekali lagi sahabat baiknya datang mengingatkannya perihal sahabat palsu di atas; bahwa ia harus waspada dan tidak tertipu oleh sahabat palsu itu, tetapi dianjurkan agar tetap pergi membebaskan diri. Akhirnya sampailah penjahat itu pada sebuah desa kosong dengan enam rumah yang kosong pula. Di sini karena lapar dan haus, ia berkeliling mencari makanan dan air, mulai dari rumah pertama sampai rumah keenam, tetapi ia tidak menemukan apa-apa, hanya ditemukan mengkuk, piring, tempat air yang kosong. Karena lelahnya, ia pergi ke sebuah pohon dengan maksud untuk tidur dengan enak. Saat itu, kembali sahabat baiknya mengingatkan bahwa keenma rumah kosong tersebut selalu disatroni/dikunjungi oleh enam perampok/bandit yang akan segera datang dan bila ia bertemu dengan bandit-bandit itu maka kemungkinan besar ia akan terjerat dan menghadapi bahaya.

Oleh karena itu, penjahat tadi pergi lagi pergi lagi membebaskan diri, sampai akhirnya tiba di tepi sebuah sungai yang lebar dengan arus yang sangat deras. Ia menyadari bahwa bila ia tidak mencapai sisi seberang sungai itu, maka ia tidak akan selamat dari kejaran musuh-musuhnya. Tetapi di sisi sungai sebelah sini, ia mencari dan tidak menemukan perahu ataupun jembatan. Namun dengan segera ia mencoba memulai mengumpulkan semua batang pohon, ranting, dedauan dan mengikatnya  menjadi satu seperti sebuah rakit. Dengan rakit yang dibuatnya itu, ia mengayuh sekuat tenaga dengan kedua tangan dan kakinya, dengan kestabilan dan keseimbangan. Dengan usaha dan tekad yang kuat, akhirnya ia dapat menyeberangi arus yang deras dan mencapai sisi seberang sungai; sehingga ia selamat dan terbebas dari musuh-musuhnya.

Arti dari perumpamaan di atas :
  1. Empat ular berbisa dan berbahaya merupakan ibarat dari empat unsur pokok jasmani (Maha bhuta).
  2. Lima orang musuh merupakan ibarat dari lima kelompok perpanduan (Pancakkhandha)
  3. Sahabat baik merupakan ibarat dari Sang Buddha
  4. Sahabat palsu yang berpura-pura sebagai sahabat baik merupakan ibarat kesenangan dan kemelekatan (nandiraga)
  5. Desa dengan  enam rumah kosong merupakan ibarat dari enam landasan indera ( 6 ayanana dalam )
  6. Enam perampok / bandit yang sering menyatroni / mengunjungi desa dengan keenam rumah kosongnya merupakan ibarat enam macam objek indera (6 ayatana luar )
  7. Sisi sungai sebelah sini merupakan ibarat pandangan salah tentang diri (sakkaya ditthi)
  8. Sisi sungai sebelah seberang merupakan ibarat Nibbana.
  9. Sungai dengan arus yang deras merupakan ibarat banjir ( Ogha ), yaitu banjir nafsu indera, banjir kemelekatan pandangan untuk menjadi, banjir pandangan salah dan banjir kegelapan batin.
  10. Rakit merupakan ibarat jalan mulia berunsur delapan ( Ariya Atthangika Magga ).
  11. Penjahat yang membuat rakit dan harus mengayuh sendiri dengan kedua kaki dan tangannya sekuat tenaga dengan penuh tekad merupakan ibarat kita semua sebagai mahluk hidup berjuang dengan penuh semangat dan tekad dan tidak bergantung kepada orang / mahluk / kekuasaan lain di luar diri kita.
  12. Mengayuh dengan kestabilan dan keseimbangan disertai usaha dan tekad kuat merupakan ibarat melatih dengan kestabilan dan keseimbangan dalam keyakinan (saddha), semangat (viriya), perhatian (sati), konsentrasi (samadhi), dan kebijaksanaan (panna)

Perumpamaan yang tertulis di dalam Asivisopama Sutta ini sangat bermanfaat bagi mereka yang sedang berlatih mengarungi samudra kehidupan ini dalam menggapai kebahagiaan sejati. Perumpamaan ini baik sekali untuk meningkatkan pengertian mereka yang sedang berlatih vipassana.

Semoga tulisan ini menjadi kondisi inspirasi meningkatnya pengertian akan hakekat segala sesuatu. Marilah kita berjuang dengan kesungguhan dan perhatian murni... Semoga semua mahluk berbahagia.


No comments:

Post a Comment