Ketika Sang Buddha menetap di Nalanda di Kebun Mangga Pavarika, seorang
kepala kampung putera Asinbandhaka berkata kepada Sang Buddha bahwa para
brahamana dari Barat, pembawa pot air, pemakai parfum lily, yang menyucikan
menggunakan air, pemuja api, mengakhiri upacara kematian dengan cara mengangkat
orang mati itu ke atas dan membawanya keluar, memanggil namanya dan hal ini
dipercayai untuk mempercepat orang mati itu ke alam surga. Dan Sang Buddha
sebagai suciwan yang telah merealisasi pencerahan sempurna dapat membawa semua
mahluk di dunia ini ke alam berbahagia, di dunia surgawi.
Atas pernyataan tersebut, Sang Buddha bertanya dengan mengemukakan dua buah
perumpamaan yang patut kita renungkan setiap saat sehingga tidak tergoda oleh
fasilitas maupun ancaman oknum penjual kepercayaan religius, sebagai berikut :
- Andaikata,
seseorang melemparkan sebuah batu karang yang amat besar ke dalam sebuah
kolam air yang sangat dalam; kemudian sejumlah besar orang berkumpul dan
bergerombol bersama dan berdoa serta memujinya dan melakukannya dengan
merangkapkan kedua tangan ke atas (beranjali), dan berkata:”Naiklah, batu
karang yang baik! Mengambanglah, batu karang yang baik ! mengambanglah ke
tepi, batu karang yang baik !” Mungkinkah karena doa-doa, pujian yang
dilakukan dengan penuh hormat dengan merangkapkan kedua belah tangan ke
atas, menyebabkan batu karang yang amat besar itu naik ke atas dan
mengambang ke tepi ?’ Asibandhaka
menjawab bahwa hal itu tidak
mungkin terjadi. Sang Buddha melanjutkan bahwa demikian pula
halnya dengan siapa saja sebagai pengambil kehidupan mahluk lain, pengambil
barang yang tidak diberikan, pelaku yang salah dalam bidang seksual,
pembohong, penyebar fitnah, penguncar kata-kata kasar, pembicara hal yang
tidak bermanfaat, orang yang serakah, orang yang batinnya diliputi niat
jahat dan yang batinnya menganut pandangan keliru, betapapun
besarnya kumpulan / gerombolan orang-orang yang berdoa bersama, melakukan
pujian, penghormatan dengan merangkapkan kedua belah tangan ke atas dengan
berkata: “Semoga orang ini, ketika tubuhnya meluruh, setelah kematiannya
tumimbal lahir di alam berbahagia, di dunia Surga. “ Orang tersebut,
ketika tubuhnya meluruh, setelah kematiannya tetap tumumbal lahir di alam
menyedihkan, di alam rendah, di Neraka
- Andaikata,
seseorang menyelam membawa guci berisi mentega atau minyak ke dalam sebuah
kolam air yang sangat dalam, lalu memecahkan guci tersebut sehingga
pecahan guci itu tenggelam sedangkan mentega atau minyaknya mengambang
naik ke permukaan air; kemudian sejumlah besar orang berkumpul dan
bergerombol bersama dan berdoa serta memujinya dan melakukannya dengan
merangkapkan kedua tangan ke atas (beranjali), dan berkata:”Turunlah,
mentega yang baik! Tenggelamlah ke dasar kolam, mentega yang baik! Pergilah
ke dasar kolam, mentega dan minyak yang baik ! “ Mungkinkah karena
doa-doa, pujian yang dilakukan dengan penuh hormat dengan merangkapkan
kedua belah tangan ke atas menyebabkan mentega atau minyak itu turun ke
bawah dan tenggelam ke dasar kolam?’Asibandhaka menjawab bahwa hal ini tidak
mungkin terjadi. Sang Buddha melanjutkan bahwa demikian pula halnya
dengan siapa saja yang menghindari mengambil kehidupan mahluk lain,
menghindari mengambil barang yang tidak diberikan, menghindari perilaku
yang salah dalam bidang seksual, menghindari berbohong, menghindari
memfitnah, menghindari menguncarkan kata-kata kasar, menghindari berbicara
hal yang tidak bermanfaat, orang yang tidak serakah, orang yang batinnya
tidak diliputi niat jahat dan yang batinnya menganut pandangan benar,
betapapun besarnya kumpulan / gerombolan orang-orang yang berdoa bersama,
melakukan pujian, penghormatan dengan merangkapkan kedua belah tangan ke
atas dengan berkata: “Semoga orang ini, ketika tubuhnya meluruh, setelah
kematiannya tumimbal lahir di alam menyedihkan, di Neraka.” Orang
tersebut, ketika tubuhnya meluruh, setelah kematiannya tetap
tumimbal lahir di alam berbahagia, di dunia Surgawi
Demikianlah perumpamaan yang dipergunakan oleh Sang Buddha yang menyebabkan
putera Asibandhaka berkeyakinan kepada Tiratana.
Catatan :
Sutta tersebut menegaskan bahwa :
- Kamma
mengkondisikan Vipaka yang selaras.
- Harapan
tidak akan terealisasi apabila tidak didukung oleh perbuatan yang tepat.
No comments:
Post a Comment